KASUS
ROHINGYA
Etnis Rohingya adalah etnis minoritas di negara Myanmar, memang terkadang masyarakat etnis minoritas mengalami perlakuan tidak adil atau diskriminatif dari etnis mayoritas. Baru-baru ini di Myanmar masyarakat etnis Rohingya mendapat perlakuan yang sangat buruk yaitu genosida, yaitu dirampasnya hak asasi manusia. Masyarakat Rohingya dibantai dan dibunuh oleh militer Myanmar. Rumah-rumah mereka dibakar dan dihanguskan, begitu pula dengan warga Rohingya. Jasad mereka dibakar dan dihanguskan oleh tentara militer Myanmar agar tidak menimbulkan jejak-jejak pembunuhan. Para tentara militer Myanmar tidak memandang usia, mereka membunuh juga anak-anak yang masih berusia balita. Mereka membunuh anak-anak dan balita agar tidak ada generasi penerus untuk etnis rohingya. Dengan kata lain mereka akan menghapuskan etnis Rohingya yang ada di Myanmar. Peristiwa ini juga akan bertepatan pada hari raya umat muslim, yaitu hari raya Idhul Adha. Di saat muslim-muslim di Indonesia merayakan hari raya idhul Adha, berbeda halnya dengan masyarakat muslim Rohingya. Masyarakat muslim Rohingya merayakan hari raya Idhul Adha dengan meninggalkan rumah-rumah mereka dan berjalan berkilo-kilometer jauhnya untuk mengungsi ke tempat yang lebih aman. Hal ini menjadi menarik bagi masyarakat Indonesia yang mana mayoritasnya adalah masyarakat muslim. Karena ini adalah suatu proses interaksi sosial karena kesamaan identitas. Proses interaksi sosial ini terjadi adanya kontak sosial antara masyarakat Indonesia dan Masyarakat Rohingya di Myanmar.
Adanya suatu proses interaksi didasarkan pada beberapa
faktor yaitu, faktor imitasi, faktor sugesti, faktor identifikasi, dan faktor
simpati. Proses interaksi sosial yang berlangsung pada masyarakat muslim
Indonesia dan Masyarakat muslim di Rohingya mengacu pada faktor simpati.
Berkaca pada pendapat dari Soerjono Soekanto tentang proses interaksi sosial
yang didasarkan pada faktor simpati bahwa, Proses simpati sebenarnya merupakan
suatu proses dimana seseorang merasa tertarik pada pihak lain. Di dalam proses
ini perasaan memegang peranan yang sangat penting, walaupun dorongan utama pada
simpati adalah keinginan untuk memahami pihak lain dan untuk bekerja sama
dengannya (Soekanto, 1974) . Inilah yang terjadi pada Masyarakat
muslim Indonesia, karena adanya proses interaksi sosial yang berupa simpati
inilah hati masyarakat muslim Indonesia tergerak untuk mengambil andil dalam
permasalahan masyarakat muslim di Rohingya. Apalagi Indonesia menyandang sttus
sebagai negara muslim terbesar di asia.
Beberapa akses politik telah dikerahkan oleh pemerintah
Indonesia yaitu salah satunya dengan menggunakan jalur diplomatik secara resmi
yakni mengirimkan Menteri Luar Negeri, Retno Marsudi. Peran mahasiswa sanagat
diperlukan dalam masalah ini. Namun mahasiswa tidak bisa bergerak secara
langsung untuk menyelesaikan permasalahan masyarakat Rohingya di Myanmar.
Karena itu adalah menjadi tugas pemerintah untuk melakukan hubungan diplomatik
internasional terhadap pemerintahan Myanmar. Mahasiswa hanya dapat mengambil
peran membantu pemerintah dengan menyampaikan berbagai pandangan dan
pendapat-pendapatnya untuk penyelesaian kasus Rohingya, ataupun juga dapat
mengirim bantuan secara nyata untuk para masyarakat Rohingya. Salah satunya
dengan cara bergabung atau membantu salah satu lembaga kemanusiaan Aksi Cepat
Tanggap (ACT). Yang mana lembaga ini menerima bantuan ataupun relawan untuk
membantu mengirimkan bantuan berupa makanan dan juga obat-obatan untuk membantu
masyarakat Rohingya. Mahasiswa dituntut untuk melakukan aksi nyata, bukan hanya
pernyataan kecaman-kecaman. Tetapi mahasiswa harus berfikir kritis dan jangan
langsung bertindak sebelum mengerti penyebab dari permasalahan masyarakat
muslim Rohingya.
Menurut saya, solusi yang bisa dilakukan pertama adalah
menghentikan berbagai kekerasan, pembunuhan, dan pembantaian masyarakat
Rohingya. Ini adalah langkah awal yang dapat dilakukan untuk penyelesaian
permasalahan masyarakat Rohingya. Peran anggota ASEAN juga sangat diperlukan.
Namun saaat ini masih pihak Indonesia yang melakukan diplomasi ke Myanmar.
Sidang darurat ASEAN mungkin bisa dilakukan untuk membahas permaslahan
masyarakat Rohingya. Dan juga yang utama adalah kita harus mendesak pemerintah
Myanmar untuk menghentikan kekerasan dan pembantaian masyarakat Rohingya dan
mengakui kewarganegaraan masyarakat Rohingya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar